Minggu, 20 Maret 2011

Pentingnya Prinsip Hidup Sammi'na Wa Atho'na

Aksi teror bom yang marak terjadi di Indonesia akhir-akhir ini telah menjadi pembicaraan dan debat kusir bagi semua orang, tak sekedar dikantor atau di perusahaan bahkan di sebuah warung kopi Ibu Lastri (warung kopi ramai pengunjung yang terletak di depan gudang bawang merah di kawasan Cirebon, Jawa barat), tak sedikit mereka yang membicarakan berita hangat yang kerap memenuhi berita di pertelevisian kita, mulai dari para kuli bongkar muat, kernet dan sopir truk, calo, supplier bawang merah dan bahkan para eksportir dan importir itu sendiri. Beragam pendapat keluar dari mulut mereka masing-masing dengan analisa permasalahan yang heterogen saat saya tengah menikmati segelas kopi hitam.

Pemberitaan aksi teror yang terkesan mendadak pasca isu buruk tentang Kepala Negara kita yang termaktub di Wikileaks membuat sebagian orang dengan mudahnya langsung membuat suatu konklusi bahwasanya itu semua hanyalah sebuah rekayasa dan sekedar untuk pengalihan perhatian publik, tidak mungkin sebuah Badan Intelegensi Negara tak sanggup mengungkap aksi teror beruntun tersebut dalam waktu tiga hari. Sebagian yang lain berpendapat bahwa aksi teror berupa paket buku itu dilakukan oleh para teroris dari kalangan Islam Garis keras, karena memang sasaran yang dituju adalah mereka yang memiliki paradigma dan ideologi yang berbeda dengan komunitas radikal tersebut.

Apapun motifnya, entah itu terkait dengan unsur ideologi ataupun politik, jelas-jelas aksi tersebut telah banyak merugikan banyak pihak, masyarakat dibuat cemas, takut dan was-was olehnya. Rasa aman, nyaman dan damai sedikit demi sedikit mulai terkikis karena aksi yang hanya mementingkan kepentingan pribadi tersebut. Kepercayaanpun mulai membias meskipun itu dengan para penegak hukum ataupun para aparatur pemerintah.

Terkait dengan itu semua, jika semua pihak memiliki prinsip hidup sammi'na wa atho'na (mau mendengarkan dan mentaati) peraturan yang telah ditetapkan dengan mendahulukan kepentingan bersama, maka aksi-aksi keji dan konyol itupun tak akan terjadi. Mendengarkan dan mentaati dalam konteks kalimat sammi'na wa atho'na pada dasarnya berdefinisi memahami dan mengimplementasikan atas apa yang telah dimufakati bersama, bukan mengimplementasikan nafsu untuk mengalahkan, nafsu untuk menghancurkan atau bahkan nafsu untuk memiliki (dalam konteks negatif). Penegak hukum berusaha untuk menjalankan aturan yang telah ditetapkan (bukan mengatakan : "Mau sidang atau Mau titip saya...."), Pegawai pajak melakukan audit yang sebenarnya (tidak mengatakan : " Jika saya mendapatkan fee, pajak saya turunkan jadi 50%), Pegawai pemerintah selalu mengingat sumpah dan janjinya saat akan diangkat, Pemimpin selalu mematuhi peraturan yang telah dibuatnya sendiri, tegas, tidak cengeng, tidak egois dan tidak plin-plan, Pedagang berusaha untuk mentaati aturan perdagangan, dan masyarakat juga mematuhi peraturan perundangan yang berlaku. Jika semua lapisan masyarakat memahami dan mengaplikasikan prinsip hidup sammi'na wa atho'na maka insya Allah Indonesia akan lebih baik, amiin....

Jumat, 11 Maret 2011

Tak Sekedar Expert, Maka Kreatiflah...

Hiruk pikuk para pelamar kerja yang terjadi di negara ini seolah telah menjadi tontonan masyarakat yang sangat umum, lebih dari 1000 mahasiswa tiap tahunnya diluluskan dari gelar kesarjanaannya atau diplomanya. Memang lowongan pekerjaan terdapat hampir disetiap perusahaan, bursa kerjapun dengan gencar diadakan, ada yang dengan sistem kontrak, outsourcing maupun langsung menjadi pegawai tetap. Namun jika membandingkan antara jumlah lowongan dan jumlah pelamarnya bisa dikatakan 1 banding 10 atau bahkan lebih, maka tidak sedikit pula dari mereka yang tidak segan-segan menggunakan jalan TOL guna menggilas para pesaing mereka demi mendapatkan pekerjaan yang menurut mereka menjanjikan.

Opini masyarakat pada umumnya mengatakan bahwa sudah seharusnya mereka yang telah menempuh studi ke perguruan tinggi untuk dapat bekerja dikantoran dengan ruangan ber AC dan berpenampilan rapi dan bersih. Opini tersebut jelas sangatlah keliru, mereka harus memahami esensi dari studi ke perguruan tinggi, yang sebenarnya adalah untuk menambah ilmu pemahaman dan pengalaman, memperbanyak relasi, memperkuat moralitas dan etika, serta mempertajam analisa untuk dapat mengambil suatu keputusan yang lebih baik. Sangat disayangkan sekali memang jika kaum intelek yang telah selesai menempuh studinya dengan mudah terbius oleh opini yang sangat keliru. Jika telah dapat memaknai esensi kuliah yang sangat substansial tersebut tentu menuntut ilmu tidak akan terlalu dikait-kaitkan dengan pekerjaan, bisa saja seorang mahasiswa lulusan teknik mesin memiliki pekerjaan sebagai kontraktor, mahasiswa lulusan teknik otomotif memiliki cv untuk pembuatan sistem komputer, mahasiswa lulusan komputer memiliki usaha di bidang agribisnis dan lain sebagainya.
Kreativitas adalah kunci yang sebenarnya harus dimiliki oleh setiap orang terutama mereka yang mengaku kaum intelektual, di perusahaan, instansi pemerintahan (mungkin) maupun dunia bisnis membutuhkan orang yang memiliki kreativitas yang tinggi. Menjadi seorang expert sekarang bukanlah sesuatu hal yang istimewa dan bisa dianggap biasa saja, namun yang sekarang dibutuhkan adalah menjadi seorang versatile.
Dengan kreativitas area dalam berkiprah bisa dikatakan nyaris tak terbatas. Dimana saja, kapan saja seseorang bisa mencipta peluang dan berkiprah. Tidak perlu menunggu lowongan pekerjaan yang sesuai dengan bidang dan jurusan sewaktu kuliah atau sekolah. Kalaupun telah bosan dengan lamaran untuk mencari pekerjaan yang berulang kali dikirimkan namun tak kunjung di tanggapi kenapa tidak mencoba untuk membuka lowongan pekerjaan saja?? Itulah kreativitas.

Memang Rasulullah mengingatkan pada kita untuk memberikan urusan pada ahlinya, karena jika tidak maka kehancuran telah menunggu, namun sebenarnya yang diinginkan Nabi justru agar kita sebagai umatnya harus memiliki kreativitas yang tinggi hingga menjadi seorang yang versatile. Nabi juga ingin menunjukkan kepada kita bahwa sebenarnya kita memiliki potensi yang luar biasa diluar jurusan yang selama ini ditekuni pada jenjang pendidikan. Jadi, yang terpenting sekarang adalah lakukan aktivitas yang positif untuk melahirkan suatu kreativitas agar dapat bermanfaat untuk kemaslahatan bersama.