Dapat masuk dan kuliah di Perguruan Tinggi Negeri favorit adalah salah satu cita-cita dan impian bagi sebagian besar siswa SMU/SMK/MA yang sebentar lagi akan menyelesaikan Ujian Akhir Nasional di sekolah masing-masing. Tetapi sekarang kayaknya impian mereka tidak mudah untuk direalisasikan, melihat biaya pendidikan di perguruan tinggi yang semakin mahal.
Dalam perjalananya, Pendidikan diharapkan akan dapat meningkatkan mutu dan kualitas individu serta dapat meningkatkan kesejahteraan, status dan derajat sosial. Tetapi untuk sekarang ini sistem pendidikan di Indonesia mengalami suatu pengalihan tanggung jawab, terkait dengan kepentingan konstelasi politik ekonomi pada era globalisasi. Akibatnya sistem pendidikan nasional terutama PTN masuk dalam pusaran standar ekonomi yang berdampak pada mahalnya biaya perkuliahan.
Terkait dengan peraturan pemerintah no.61 tahun 1999 tentang penetapan PTN melalui konsep Badan Hukum Pendidikan sehingga terbentuk Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PTBHMN) yang memberikan otorisasi penuh kepada masing-masing PTN dalam mengelola PTN sehingga berdampak pada mahalnya biaya pendidikan itu bertolak belakang dengan UU No.20 Tahun 2003 pasal 4 ayat 1 yaitu menyelenggarakan pendidikan yang mudah, murah dan dapat diakses mayarakat luas melalui proses yang demokratis tanpa adanya diskriminasi.
Terang saja dengan diberikannya otorisasi penuh kepada PTN dalam mengelola kampusnya, maka mereka berlomba-lomba dalam menjaring calon mahasiswa yang hendak menempuh kuliah, dengan berbagai macam jalur, ada jalur umum (SNMPTN(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri)), UM(Ujian Mandiri), jalur khusus, jalur prestasi(PMDK), jalur alih jenjang dan sejumlah nama lainnya. Dengan adanya berbagai macam jalur ini maka peluang untuk masuk di PTN semakin kecil, sebab kuotanya dibagi-bagi. Calon mahasiswa yang orang tuanya berada tetapi tidak lolos dalam jalur umum dan prestasi pendidikannya yang 'pas-pasan', maka dapat menempuh UM dan jalur khusus dengan memberikan sumbangan sebesar-besarnya.
Sungguh ironis sekali memang pendidikan di Indonesia sekarang ini, mereka yang dari kalangan menengah ke bawah dan tidak lolos dalam jalur umum tetapi mempunyai prestasi yang bagus dalam pendidikan terpaksa harus kuliah di PTS yang murah dan kurang berkualitas, lalu dimanakah letak demokrasi dalam hal pendidikan? Dimanakan perbedaan dalam hal biaya pendidikan antara PTS dan PTN ?
Dalam hal ini sudah seharusnya :
- Dari pihak pemerintah untuk memberikan batasan-batasan tertentu dalam memberikan otorisasi pengelolaan pendidikan kepada PTN terutama dalam menjaring calon mahasiswa.
- Dari pihak PTN untuk lebih selektif dalam hal perekrutan mahasiswa baru dan jangan lebih memandang dari segi komersialisasi.
- Dari pihak calon mahasiswa untuk tidak memaksakan diri masuk ke PTN tertentu (menyesuaikan dengan prestasi yang dimilikinya).
Jika tidak memperhatikan hal-hal diatas, maka masa depan bangsa kita akan makin terpuruk, karena sebagai dampak komersialisasi maka dunia pendidikan tidak akan bisa menumbuhkembangkan nilai-nilai kejujuran, rasa perikemanusiaan, kemandirian, pemikiran mendalam dan budaya dialog. Lembaga pendidikan di jadikan ajang bisnis yang dapat memperkaya diri sendiri yang dapat mencetak para lulusan yang mempunyai tingkat keegoisan dan keapatisan yang tinggi yang tidak merugikan diri sendiri.
Dengan mahalnya biaya pendidikan tersebut juga akan mencetak SDM yang kurang berkualitas, ini diakibatkan pada perekrutan mahasiswa yang tanpa memperhatikan bibit yang unggul. contoh kasus : Tidak sedikit lulusan kedokteran dengan biaya pendidikan mencapai ratusan juta tetapi sering mengalami kesalahan dalam mendiagnosa penyakit atau dalam membuat keputusan, sehingga banyak kasus mal praktek.Oleh karena itu sudah seyogyanya sebagai orang tua yang bijak walaupun kaya, untuk tidak terlalu memaksakan anaknya untuk menentukan dalam memilih program studi diluar batas kemampuan dari anak tersebut. orang tua hanya sekedar membimbing dalam menetukan pilihan anak tersebut demi kesuksesannya.
Dalam perjalananya, Pendidikan diharapkan akan dapat meningkatkan mutu dan kualitas individu serta dapat meningkatkan kesejahteraan, status dan derajat sosial. Tetapi untuk sekarang ini sistem pendidikan di Indonesia mengalami suatu pengalihan tanggung jawab, terkait dengan kepentingan konstelasi politik ekonomi pada era globalisasi. Akibatnya sistem pendidikan nasional terutama PTN masuk dalam pusaran standar ekonomi yang berdampak pada mahalnya biaya perkuliahan.
Terkait dengan peraturan pemerintah no.61 tahun 1999 tentang penetapan PTN melalui konsep Badan Hukum Pendidikan sehingga terbentuk Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PTBHMN) yang memberikan otorisasi penuh kepada masing-masing PTN dalam mengelola PTN sehingga berdampak pada mahalnya biaya pendidikan itu bertolak belakang dengan UU No.20 Tahun 2003 pasal 4 ayat 1 yaitu menyelenggarakan pendidikan yang mudah, murah dan dapat diakses mayarakat luas melalui proses yang demokratis tanpa adanya diskriminasi.
Terang saja dengan diberikannya otorisasi penuh kepada PTN dalam mengelola kampusnya, maka mereka berlomba-lomba dalam menjaring calon mahasiswa yang hendak menempuh kuliah, dengan berbagai macam jalur, ada jalur umum (SNMPTN(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri)), UM(Ujian Mandiri), jalur khusus, jalur prestasi(PMDK), jalur alih jenjang dan sejumlah nama lainnya. Dengan adanya berbagai macam jalur ini maka peluang untuk masuk di PTN semakin kecil, sebab kuotanya dibagi-bagi. Calon mahasiswa yang orang tuanya berada tetapi tidak lolos dalam jalur umum dan prestasi pendidikannya yang 'pas-pasan', maka dapat menempuh UM dan jalur khusus dengan memberikan sumbangan sebesar-besarnya.
Sungguh ironis sekali memang pendidikan di Indonesia sekarang ini, mereka yang dari kalangan menengah ke bawah dan tidak lolos dalam jalur umum tetapi mempunyai prestasi yang bagus dalam pendidikan terpaksa harus kuliah di PTS yang murah dan kurang berkualitas, lalu dimanakah letak demokrasi dalam hal pendidikan? Dimanakan perbedaan dalam hal biaya pendidikan antara PTS dan PTN ?
Dalam hal ini sudah seharusnya :
- Dari pihak pemerintah untuk memberikan batasan-batasan tertentu dalam memberikan otorisasi pengelolaan pendidikan kepada PTN terutama dalam menjaring calon mahasiswa.
- Dari pihak PTN untuk lebih selektif dalam hal perekrutan mahasiswa baru dan jangan lebih memandang dari segi komersialisasi.
- Dari pihak calon mahasiswa untuk tidak memaksakan diri masuk ke PTN tertentu (menyesuaikan dengan prestasi yang dimilikinya).
Jika tidak memperhatikan hal-hal diatas, maka masa depan bangsa kita akan makin terpuruk, karena sebagai dampak komersialisasi maka dunia pendidikan tidak akan bisa menumbuhkembangkan nilai-nilai kejujuran, rasa perikemanusiaan, kemandirian, pemikiran mendalam dan budaya dialog. Lembaga pendidikan di jadikan ajang bisnis yang dapat memperkaya diri sendiri yang dapat mencetak para lulusan yang mempunyai tingkat keegoisan dan keapatisan yang tinggi yang tidak merugikan diri sendiri.
Dengan mahalnya biaya pendidikan tersebut juga akan mencetak SDM yang kurang berkualitas, ini diakibatkan pada perekrutan mahasiswa yang tanpa memperhatikan bibit yang unggul. contoh kasus : Tidak sedikit lulusan kedokteran dengan biaya pendidikan mencapai ratusan juta tetapi sering mengalami kesalahan dalam mendiagnosa penyakit atau dalam membuat keputusan, sehingga banyak kasus mal praktek.Oleh karena itu sudah seyogyanya sebagai orang tua yang bijak walaupun kaya, untuk tidak terlalu memaksakan anaknya untuk menentukan dalam memilih program studi diluar batas kemampuan dari anak tersebut. orang tua hanya sekedar membimbing dalam menetukan pilihan anak tersebut demi kesuksesannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar