Selasa, 28 September 2010

Jujur Dan Amanah Saja Tidak Cukup

Memiliki kapasitas lebih dalam berbagai hal akan sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan seseorang terhadap apa yang disampaikannya, kapasitas tersebut tidak hanya berupa performa dan personality dari orang yang memberikan pengaruh tersebut. Baegitulah memang realita kehidupan yang ada di tengah-tengah masyarakat kita. Dan begitul pulalah kira-kira kesimpulan yang saya tangkap dari cerita salah satu rekanan saya.
Salah satu rekanan saya adalah seorang tukang reparasi jam yang kebetulan juga memiliki kemampuan lebih dalam berdakwah, tidak jarang dia dipanggil oleh beberapa instansi pemerintahan dan swasta untuk mengisi ceramah keagamaan. Orangnya jujur, amanah dan berperangai baik saat diam maupun berbicara. Namun demikian tingkat pendidikannya hanya sampai tamat SMP, dari segi finansial dia termasuk kedalam golongan yang biasa-biasa saja dan dari segi mental dia termasuk orang yang agak penakut.
Suatu ketika setelah dia memberi tausiyah di masjid yang berada di kampungnya itu, ada salah satu tetangga yang mencibirnya dan mengejeknya. Tetangga tersebut menganggap bahwa isi ceramah yang diberikan oleh rekanan saya hanyalah untuk menyinggung dia saja. Kenapa tidak, saat rekanan saya menceritakan arti dan tafsir dari QS. Attakatsur, tetangganya tersebut sontak langsung mengatakan kalau dia adalah ahli shadaqah, zakat mal yang diberikan juga sangat banyak (riya') lalu bagaimana dengan sang pemberi ceramah????
Dengan perasaan sedih dan tanpa bermaksud menyinggung siapapun akhirnya rekanan sayapun meminta maaf kepada tetangganya tersebut dan mengatakan bahwa dia hanya menyampaikan apa yang ada didalam Al-qur'an, tidak ada maksud tertentu apalagi untuk menyinggung tetangganya tersebut. Tetapi walau demikian rekanan saya hanya bisa pasrah saat harga dirinya dilecehkan begitu saja.
Sejatinya memang isi dari kitab suci adalah sebagai sebuah petunjuk kehidupan bagi manusia agar mencapai kebahagiaan yang hakiki, jika dicermati lebih dalam lagi banyak kalimat perintah, larangan, anjuran, nasehat dan himbauan yang diperuntukkan untuk manusia, lantas apakah kita perlu tersinggung??? Dari cerita salah satu rekanan saya tersebut, memang dalam realita kehidupan, masyarakat kita akan lebih memihak dan percaya kepada orang yang memiliki status sosial yang tinggi, namun perolehan status sosial tersebut terkesan absurd, dikarenakan masyarakat kita hanya memandang seseorang yang memiliki status sosial adalah seseorang yang telah memiliki pembuktian dari segi finansial, memiliki jabatan/pangkat dan memiliki bukti otentik dari tingkat pendidikan yang tinggi. Masyarakat kita akan cenderung lebih segan terhadap orang-orang tersebut dibanding seseorang yang hanya pintar berbicara namun tak ada bukti walau sebenarnya orang tersebut lebih jujur dan amanah.
Sebagai contoh, saat seorang da'i memerintahkan dan menghimbau agar gemar bershadaqoh maupun untuk membayarkan zakat namun dia tidak melaksanakan dikarenakan perekonomian yang pas-pasan akan dipandang remeh dibandingkan dengan orang yang berpengetahuan agama sedikit namun kaya dan gemar bershadaqoh. Itulah memang realita kehidupan yang ada ditengah-tengah masyarakat kita. Jadi pada dasarnya teladan yang baik yang patut untuk dijadikan contoh umat muslim adalah hanya Muhammad SAW, disamping beliau adalah seorang miliarder, pintar dalam ber-entrepreneur, jujur, amanah, orator yang handal beliau juga berani mengatakan yang hak dan yang batil serta memiliki mental yang tangguh, hingga apa yang disampaikannya dalam berdakwah lebih mudah dipercaya orang lain (umatnya).

Selasa, 14 September 2010

Absurdnya Esensi Sungkeman Saat Idul Fitri

Mumpung masih dalam suasana Idul Fitri diawal kalimat saya mau ngucapin "Taqobbalallahu minna wa minkum Siyamana Wa Siyamakum, Selamat meraih kemenangan di hari raya Idul Fitri 1431 H".
Dalam merayakan hari raya Idul Fitri, hampir dari setiap individu ataupun keluarga memiliki beragam rutinitas yang variatif yang seolah telah menjadi tradisi bagi mereka, dari mulai bersilaturrahmi, sungkem-sungkeman (meminta ma'af), kumpul-kumpul bareng keluarga, Halal Bi Halal, berziarah ke makam saudara, berwisata ataupun dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang sangat tercela, misal dengan berpesta ria ataupun bermabuk-mabukkan (Na'udzubillah). Demikian pula dengan rutinitas yang telah menjadi tradisi dalam keluarga saya yang terkadang menjadi suatu aktivitas yang menjemukan, yakni sungkem-sungkeman (Bermaaf-maafan).
Menurut paradigma bodoh saya, kegiatan sungkeman tak harus dilakukan pasca Ramadhan telah usai, kegiatan sungkeman justru seharusnya dan seyogyanya dilakukan sebelum Ramadhan tiba, ini dikarenakan agar selama menjalankan ibadah di bulan suci kita benar-benar telah meng-clear-kan segala macam urusan antar sesama manusia dan dapat berkonsentrasi untuk menjalin hubungan dengan sang Khalik sehingga dalam menjalankan ibadah, keikhlasan dan pahala kita tidak terhalang lagi oleh urusan duniawi (sesuai dengan do'anya Jibril kepada Tuhannya yang diamini oleh Uswah kita). Namun demikian sayapun belum faham betul apakah memang kegiatan sungkeman pasca menjalankan Sholat I'ed itu ada tuntunan atau syariatnya???
Kalau boleh usul, kegiatan pasca Sholat I'ed selain bersilaturrahmi dan berkumpul-kumpul bareng keluarga akan lebih baik jika diisi dengan suatu perenungan (I'tikaf) apakah ibadah kita selama di bulan suci benar-benar telah maksimal??? serta mempersiapkan diri untuk menjalankan sunnah Rasulullah lainnya yaitu dengan menjalankan puasa Syawal dan mempersiapkan untuk menjalankan ibadah secara konsisten/istiqomah walau Ramadhan telah usai, sedangkan kegiatan sungkeman yang terkesan monoton tidak harus selalu dilakukan saat Idul Fitri tiba, karena pada dasarnya saling memaafkan adalah suatu anjuran yang harus dilakukan oleh setiap muslim saat terjadi perselesihan, kesalahpahaman ataupun pendzaliman antar sesama baik disengaja ataupun tidak tanpa memandang apakah hari itu hari senin, selasa, rabu, kamis, jum'at, sabtu ataupun minggu. Jadi pada dasarnya, menurut analisa bodoh saya kegiatan saling memaafkan itu adalah baik, namun jangan jadikan hal tersebut suatu rutinitas yang bersifat wajib saat Idul Fitri tiba, karena kegiatan saling memaafkan dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja.

Minggu, 05 September 2010

Jangan Buru-Buru Dong Saat Tarawih ......

Tak terasa tinggal 4 hari lagi bulan yang penuh keberkahan akan segera berlalu, kenikmatan dan kekhusyu'an dalam menjalankan ibadah semoga senantiasa berkesinambungan dan terdapat kontinuitas di bulan-bulan berikutnya. Begitupun kenikmatan dan kekhusyu'an dalam menjalani Sholat, yang diantaranya adalah Sholat Lail (tarawih), selama menjalankan Sholat Tarawih, malam ini adalah malam kedua dimana saya bisa merasakan kenikmatan dan kekhusyu'an dalam menjalankan ibadah sunnah yang dianjurkan tersebut. Kenapa tidak, selama ini Sholat berjama'ah yang dilakukan pasca Sholat Isya tersebut, hampir gerakan dan bacaan sholat yang disampaikan Imam Sholat terkesan terlalu terburu-buru dan serba cepat. Sayapun terkadang tidak habis fikir kenapa buat laporan sama Sang Khalik kok kaya berada di sebuah lintasan balap??? semuanya serba cepat, kilat dan seolah-olah terkesan tepat. Memangnya apa yang mau dikejar????? Apa takut ketinggalan acara sinetron ya??? he......
Pengalaman lucupun pernah terjadi, disuatu waktu saat sedang menjalankan Sholat Tarawih salah satu ma'mum jama'ah Sholat Tarawih ada yang sampai muntah-muntah dikarenakan cepatnya gerakan dan bacaan Sholat. Padahal jarak antara berbuka puasa dengan Sholat Tarawih hanya berselang antara 45 menit - 1 jam, dan proses pencernaan makanan dalam tubuh belum sempurna, sehingga rasa mual pun akan timbul saat melakukan gerakan-gerakan yang lebih atraktif, apalagi bagi mereka yang terlalu over saat berbuka puasa yakni dengan mensuplai makanan yang terlalu banyak.
Sejatinya kekhusyu'an dalam menjalankan Sholat haruslah tercipta dengan sendirinya walaupun itu hanyalah Sholat sunnah, bertuma'ninah dalam menjalankan Sholat juga merupakan salah satu rukun dalam menjalankan Sholat. Maka dari itu gerakan dan bacaan dalam menjalankan ritualitas tersebut sudah seharusnya dilakukan dengan cara yang baik dan benar sesuai dengan rukun dan wajibnya Sholat. Uswah kitapun saat menjalankan Sholat Tarawih, surat yang dibaca setelah membaca surat Al-fatihah, berjumlah 100 ayat. Jadi jika ingin menjalankan sunnah-sunnahnya sudah seyogyanya untuk jadi followernya secara konsisten, minimalnya dengan menjalankan tuma'ninah dalam Sholat karena tuma'ninah merupakan rukun Sholat. Jadi disini saya ingatkan kepada semua imam Sholat, terutama imam Sholat Tarawih, " Mbok jangan balapan ........".

Kamis, 02 September 2010

Udah Bosan Sama Tingkah Norak Orang Jiran

"Kalau yang mimpin Pak Karno, Malaysia udah dibuat kencing di celana deh.....", begitulah kira-kira ungkapan dari salah satu tetangga saya pasca aksi gila beberapa 'pion' negri Jiran dan pasca pernyataan sang Pemimpin Nusantara ini. Memang pada dasarnya menurut saya selaku salah satu WNI dengan legalitas yang absolut, he..... untuk kesekian kalinya Malaysia telah membuat kita selaku WNI sering naik pitam, banyak kejadian-kejadian yang dengan unsur kesengajaan dan dengan kesadaran 100% dibuatnya hingga terjadi kesenjangan dan bahkan permusuhan diantara kita dan mereka, sayapun terkadang bingung dengan motif dan tujuan mereka sesungguhnya ??? bukankan 'selaku tetangga dan selaku teman se-organisasi' harus saling menghormati dan saling support untuk kemajuan bersama???
Kita runut saja beberapa ulah konyol yang sering dibuat oleh mereka, yang dimulai dari penyiksaan terhadap beberapa TKI (yang kayaknya masih sering dilakukan namun lemah hukum), aksi norak di Ambalat yang jelas-jelas wilayah tersebut adalah milik Indonesia, Pengklaim-an terhadap beberapa kebudayaan Indonesia, penyiksaan terhadap Manohara yang kasusnya menjadi benang merah hingga penyanderaan terhadap orang-orang kita. Dengan lugunya salah satu keponakan sayapun mengatakan " Kok WNI di Malaysia rata-rata jadi TKI, tapi WNM di Indonesia banyak yang jadi pegawai sukses dan beberapa juga ada yang jadi artis?? di puja-puja lagi???? ha ha ha ha..... aneh emang.
Sudah seharusnya memang selaku 'sahabat', kita senantiasa untuk menghormati dan menyayangi mereka, namun apakah hal ini terus kita lakukan jika di satu sisi kita juga teraniaya??? apakah kita juga hanya perlu berdo'a kepada Tuhan hingga kesadaran dilimpahkan kepada WNM bahwa aksi mereka itu salah dan berdosa??? atau mungkin sebagai NKRI yang notabene sangat menjunjung tinggi semangat nasionalisme dan patriotisme hanya berpangu tangan dan pasrah saja???
Pernyataan sang kepala Negara kemarin malam sedikit melemahkan semangat juang kita selaku WNI dan kurang memberikan apresiasi kepada jasa para pahlawan yang telah memperjuangkan NKRI. Memang benar apa yang telah disampaikan Bapak Negara bahwa apa yang telah terjadi dan menimpa kita sudah seharusnya diselesaikan dengan cara diplomasi yang baik, namun demikian usaha dalam melakukan diplomasi terhadap Negri Jiran adalah bukan yang pertama kalinya, 'hari ini berdiplomasi esokpun siap tuk melakukan aksi'. Menyikapi hal tersebut hendaknya perlu adanya pernyataan/aksi tegas dari Pemerintahan RI, pernyataan/aksi tegas disini jangan ditafsirkan sebagai 'perang', karena perang adalah jalan terakhir yang memang sudah seharusnya untuk ditempuh, pernyataan/aksi tegas tersebut dapat diinterpretasikan misalnya dengan keluar dari PBB jika PBB tak mampu selesaikan masalah Malaysia-Indonesia, menghentikan kerjasama dengan Malaysia baik itu perdagangan, pendidikan ataupun yang lainnya. Minimalnya untuk menyikapi aksi norak bangsa Jiran, NKRI harus menunjukkan sedikit taringnya, hingga membuat sang negri Jiran berfikir 2 kali untuk melakukan aksi gila lainnya. Sebagai WNI yang telah mendiami Nusantara selama hampir 25 tahun, terus terang saya udah bosan dengan tingkah norak mereka, so dont just sit and wait, please.........