Memperhatikan suasana negara akhir-akhir ini yang masih mangalami polemik dalam hal untuk menetapkan RUU tentang nikah siri, akhirnya sayapun menuliskan postingan yang mungkin ketinggalan zaman ini, he he he.... nikah siri yang saat ini menuai banyak kontroversi ini kerap menjadi topik utama dalam setiap berita diberbagai media, ada yang mendukung dibentuknya rancangan RUU dengan hukuman pidana bagi yang melakukannya dan ada pula yang tidak setuju dengan rencana pembentukan RUU tersebut.
Mereka yang mendukung ataupun yang tidak setuju masing-masing memiliki alasan kuat dalam mempertahankan statement-nya itu. Bagi yang mendukung disahkannya rancangan RUU memiliki pendapat dalam hal hak-hak yang dimiliki seorang istri dalam hal, perwalian, warisan atau pembagian harta dan lain sebagainya masih bersifat tabu/absurd dan hanya menguntungkan si suami, demikian pula bagi yang tidak setuju dengan disahkannya RUU tersebut, mereka beralasan bahwa itu adalah sah dalam hukum ajaran islam (dari pada melakukan zina) dan jika memang pelaku nikah siri itu dikenai hukuman pidana, lalu bagaimana dengan pezina???
Dilematis memang, mana yang musti di tegakkan dulu??? antara hukum agama (fiqh) dan hukum negara??? atau memang fiqh menumpang dalam hukum negara atau mungkin juga sebaliknya.
Menurut pengamatan bodoh saya, nikah siri hukumnya sah-sah saja selama sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku (tentunya menurut fiqh), namun dengan dilegalkannya nikah siri tentunya jangan serta merta di salah gunakan untuk sekedar pemuas nafsu yang legal saja (menurut versi pelaku), nikah siri juga benar-benar dilakukan secara transparan didepan saudara, wali, teman, kerabat dan tentunya yang menikahkan dari kedua belah pihak anatara calon istri dan calon suami. Pelaku nikah siri juga harus bisa dan mampu bertanggung jawab langsung secara vertikal kepadaNya. Karena nikah siri juga merupakan salah satu peristiwa unik yang ada dalam Islam, maka pelaku nikah siripun harus menjalankan semua peraturan, norma dan konsekuensinya menurut ajaran agama Islam. Dalam hal ini negarapun tidak dapat intervensi dalam mengatur hukum islam (fiqh) yang sejak dahulu telah ada (bahkan sebelum Indonesia merdeka).
Tapi jika melihat keadaan masyarakat Indonesia yang heterogen dan telah dipengaruhi oleh berbagai culture dari luar, saya adalah salah seorang yang kurang sependapat dengan adanya nikah siri, tentunya dikarenakan masyarakat kita yang rata-rata kurang bisa menghargai hak orang lain dan kurang bertanggung jawab atas perilaku dirinya sendiri yang dapat merugikan salah satu pihak atau si sitri tentunya (walaupun dengan dalih " dari pada zina " untuk melakukan nikah siri namun akhirnya aturan-aturan yang adapun tidak diaplikasikan dan seakan lekang dimakan waktu), saya rasa hanya beberapa orang saja yang mampu melakukan nikah siri (nikah beneran aja pada runyam, apalagi nikah siri, he he he....). Dan saya rasa pemerintah juga terlalu berlebihan (lebay, he he...) jika sampai pelaku nikah siri dikenai hukuman pidana (bagaimana dengan nasib para PSK dan pezina???? jika pelaku nikah siri saja dikenai hukuman). Biarlah si pelaku langsung bertanggung jawab secara vertikal kepadaNya karena nikah siri hanya ada dalam Islam, dan hanya Dialah yang berhak mengetuk palu dalam pengadilan yang sesungguhnya.
Dilematis memang, mana yang musti di tegakkan dulu??? antara hukum agama (fiqh) dan hukum negara??? atau memang fiqh menumpang dalam hukum negara atau mungkin juga sebaliknya.
Menurut pengamatan bodoh saya, nikah siri hukumnya sah-sah saja selama sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku (tentunya menurut fiqh), namun dengan dilegalkannya nikah siri tentunya jangan serta merta di salah gunakan untuk sekedar pemuas nafsu yang legal saja (menurut versi pelaku), nikah siri juga benar-benar dilakukan secara transparan didepan saudara, wali, teman, kerabat dan tentunya yang menikahkan dari kedua belah pihak anatara calon istri dan calon suami. Pelaku nikah siri juga harus bisa dan mampu bertanggung jawab langsung secara vertikal kepadaNya. Karena nikah siri juga merupakan salah satu peristiwa unik yang ada dalam Islam, maka pelaku nikah siripun harus menjalankan semua peraturan, norma dan konsekuensinya menurut ajaran agama Islam. Dalam hal ini negarapun tidak dapat intervensi dalam mengatur hukum islam (fiqh) yang sejak dahulu telah ada (bahkan sebelum Indonesia merdeka).
Tapi jika melihat keadaan masyarakat Indonesia yang heterogen dan telah dipengaruhi oleh berbagai culture dari luar, saya adalah salah seorang yang kurang sependapat dengan adanya nikah siri, tentunya dikarenakan masyarakat kita yang rata-rata kurang bisa menghargai hak orang lain dan kurang bertanggung jawab atas perilaku dirinya sendiri yang dapat merugikan salah satu pihak atau si sitri tentunya (walaupun dengan dalih " dari pada zina " untuk melakukan nikah siri namun akhirnya aturan-aturan yang adapun tidak diaplikasikan dan seakan lekang dimakan waktu), saya rasa hanya beberapa orang saja yang mampu melakukan nikah siri (nikah beneran aja pada runyam, apalagi nikah siri, he he he....). Dan saya rasa pemerintah juga terlalu berlebihan (lebay, he he...) jika sampai pelaku nikah siri dikenai hukuman pidana (bagaimana dengan nasib para PSK dan pezina???? jika pelaku nikah siri saja dikenai hukuman). Biarlah si pelaku langsung bertanggung jawab secara vertikal kepadaNya karena nikah siri hanya ada dalam Islam, dan hanya Dialah yang berhak mengetuk palu dalam pengadilan yang sesungguhnya.