Jumat, 19 November 2010

Perbedaan Jatuhnya Hari Akbar

Baru beberapa hari umat muslim di seluruh dunia telah merayakan hari akbar yang sarat akan pelajaran dan hikmah dengan melakukan penyembelihan hewan qurban sebagai bentuk simbolik kepasrahan dan kecintaan kepada sang Khalik yakni hari raya Idul Adha. Peristiwa faktual historis yang telah dialami oleh Ibrahim As untuk menyembelih Ismail As puteranya tercinta dan digantikan hewan ternak berupa domba besar merupakan salah satu bentuk pembuktian bahwa kecintaannya kepada Allah SWT melebihi kecintaannya kepada anaknya tercinta. Esensi Qurban sendiri merupakan relationship vertikal spiritual dan horisontal sosial, yakni salah satu bentuk kepasrahan seorang hamba kepada Tuhannya dan kepedulian hamba kepada sesama.

Idul Adha yang merupakan hari besar kedua bagi umat muslim setelah Idul Fitri pada tahun 2010 ini memiliki perbedaan pendapat dalam menentukan jatuhnya hari 10 Dzulhijjah, ada yang berpendapat jatuhnya 10 Dzulhijjah itu pada hari Selasa, adapula yang berpendapat di hari Rabu. Perbedaan pendapat tersebut masing-masing tentu memiliki dasar hukum, landasan dan acuan tersendiri, sebagai umat tentunya kita diberi kebebasan dalam mengikuti kedua pendapat tersebut sesuai dengan keyakinan masing-masing. Namun demikian perlu diketahui bahwa kiblat umat muslim adalah Ka'bah yang terletak dikota Makkah, maka dari itu sebagai umat muslim yang jeli dan cermat akan bisa mengambil keputusan dalam menentukan hari akbar terebut dengan memilih kota Makkah sebagai acuannya dan sebagai pusat dalam menentukan hari akbar lainnya dengan mengurangi selisih waktu yang ada dinegara masing-masing. Adapun selisih waktu kota Makkah dan negara Indonesia +- 4 jam.

Penentuan hari akbar Idul Adha sangat berpengaruh terhadap beberapa ibadah lain yang mengiringi hari akbar tersebut, salah satunya adalah puasa sunnah 9 Dzulhijjah (Arafah). Puasa Arafah memang sangat dianjurkan dalam menyambut datangnya hari raya Idul Adha terkecuali bagi yang sedang menjalankan Ibadah Haji, namun dengan adanya perbedaan pendapat tersebut tentunya puasa Arafah bisa menjadi Haram dilakukan jika seandainya yang mengacu jatuhnya hari raya Idul Adha pada hari Rabu dan puasa dilakukan pada hari selasa itu adalah salah. Seperti yang dialami salah satu rekanan saya, pada hari selasa rekanan saya tersebut masih menjalankan puasa sunnah, sedangan beberapa muslim yang lain sudah merayakan hari raya Idul Adha, akhirnya sayapun memberikan pendapat bahwasanya lebih baik puasa yang telah berlangsung 6 jam tersebut dibatalkan saja, niatnya memang agar mendapatkan pahala sunnah, namun jika ternyata hari tersebut adalah benar Idul Adha tentunya malah akan mendapatkan dosa, karena puasa yang dilakukan pada hari akbar dan hari tasyrik hukumnya adalah Haram.

Dengan adanya beberapa perbedaan yang kerap terjadi, sebagai muslim yang smart tentunya kita tidak hanya membuntut apa yang telah ditetapkan oleh ulul amri kita, perlu adanya analisis, investigasi terhadap dasar hukum, acuan serta peran serta ulama dan teknologi dalam menentukan hari akbar tersebut. Dan sebagai muslim yang menjunjung tinggi nilai-nilai rahmatan lil alamiin sudah seharusnya untuk menghormati orang lain yang memiliki pendapat dan keyakinan yang berbeda. Semoga dengan adanya perbedaan ini ukhuwah Islamiyah tetap bisa terpelihara dengan baik dan semoga ulul amri kita adalah bisa dipercaya.

2 komentar:

  1. Perbedaan adalah wajar

    Tapi...

    Jaga terus Ukhuwah Islamiyyah kita.

    BalasHapus
  2. setuju... berilmu lah, dan berfikir dengan ilmu yang kita miliki meski kita juga harus memperhatikan pendapat ulama.

    Jangan taklik, tapi juga jangan sok tahu...

    salam ...

    BalasHapus