Jumat, 15 Januari 2010

Tanggalkan Topengmu

Kamis kemarin saat saya jalan-jalan bersama rekan kuliah saya yang kebetulan beliau adalah salah satu pengajar atau bisa disebut dosen di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di kota lumpia untuk hunting buku penunjang kuliah, rasa lapar tiba-tiba mendera kami berdua, akhirnya sayapun mengajukan pilihan tuk mengisi perut yang sudah bedendang ini di sebuah warung angkringan yang terdekat, namun dengan maksud menolak pilihan saya, rekan saya tersebutpun mengatakan " Bagaimana kalau kita makan di cafe saja, ntar saya yang traktir...." saya sih fine-fine saja apalagi ditraktir lagi, he he he...., akhirnya kamipun menuju sebuah cafe yang berjarak sekitar 3 km dari tempat kami hunting buku walaupun dengan menahan rasa lapar yang sudah tak karuan. Sayapun sempat heran kenapa rekan saya tersebut lebih memilih sebuah cafe yang jaraknya lebih jauh dibanding warung angkringan. Dengan rasa curious yang tinggi akhirnya sayapun menanyakan hal tersebut ke rekan saya yang ternyata alasannya adalah hanya masalah prestise atau jaga image. Sungguh kuno dan naif bagi saya.....
Pada dasarnya kita inikan hanyalah manusia biasa. Segala jabatan, kekayaan, kesuksesan itu cuma tempelan, aksesoris, topeng atau casing saja (kata Tukul). Tapi rata-rata orang terlalu merasa bangga dan terlena dengan topeng-topeng seperti itu sehingga jadi takut tuk menunjukkan wajah aslinya. Diri yang sebenarnya.
Kebanyakan mereka takut jika ada orang yang bertanya, misalnya : lho Pak, omzet bisnisnya sudah milyaran kok masih naik motor? Pak anda sudah jadi dosen teladan dengan golongan 4A kok masih makan di warung angkringan saja? Bapak kan sudah jadi manager marketing di perusahaan Microsoft Corp. kok masih jalan-jalan di tempat orang jual buku bekas??? dan lain sebagainya.
Jika berbicara masalah image : saya sudah menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang tabu dan absurd. Terlihat seolah sukses, seolah kaya, seolah cerdas : its not too important. Pada dasarnya dalam diri setiap manusia selalu ada ketidaksempurnaan. Jadi tak ada gunanya jika hendak membungkus kenyataan dalam kehidupan kalau hanya sebagai simbol dari kesuksesan.
Apakah seorang direktur tak pantas naik bis kota atau jalan kaki di trotoar?? Apakah seorang dosen tak boleh nongrong-nongkrong di warung kopi?? Apakah orang yang dianggap sukses tak boleh tampil lugu (lucu dan wagu) ?? Apakah seorang mahasiswa pasca sarjana tak boleh pake sarung saat jalan-jalan tuk cari makan malam?? Atau apakah seorang blogger seperti saya tak boleh menulis tulisan yang kurang bermutu kaya gini??
Kita terlalu lama pake topeng yang membuat gerak langkah kita merasa terbatas dan jiwa kita justru tersaing. Jadi diri sendiri adalah opsi yang sangat tepat. Jado diri sendiri lebih nikmat, lebih murah dan lebih menyenangkan. Try it if u dont believe it...

2 komentar:

  1. Kesederhanaan akan membuat diri kita bersahaja, rendah hati membuat diri kita semakin di hormati dan kesenjangan sosial yang ada pasti terobati, akan tetapi topeng juga diperlukan pada saat-saat tertentu untuk menjaga kredibilitas yang telah di bangun,.Seperti Orang Jawa sering meng istilahkan " Ajining diri Tumraping Lathi Ajining Raga Tumraping Busana ", Cara bicara dan penampilan akan menentukan presepsi orang lain terhadap kita..kita harus pintar-pintar menempatkan diri, karena kita ada orang lain juga ada..Terimakasih Mas Postingannya sangat bagus dan Inspiratif..Salam Kenal dari cah solo n Salam Sukses..

    BalasHapus
  2. Mampirr, slm knal yaaa... please follow me, I'll follow u + aq taro link u di Friends' Links q ... tq

    BalasHapus