Kekisruhan yang tak kunjung usai di tanah ibu pertiwi ini mengindikasikan bahwa masyarakat belum mengerti betul esensi Kebangkitan Nasional. Hampir di berbagai lini kehidupan, baik pemerintahan maupun kemasyarakatan sering terjadi perdebatan sengit hingga berujung pada permusuhan. Kita amati saja di beberapa media, untuk kalangan pemerintahan misalnya, di bidang olah raga (PSSI), ekonomi, sosial, keamanan, keagamaan, apalagi di bidang politik dan hukum, hampir semuanya terjadi kekisruhan demi nafsu kemenangan pribadi. Demikian pula jika kita amati ke bawah untuk tingkat masyarakat, pembunuhan, aksi-aksi anarkis, sampai pemrosesan ke ranah hukum tak jarang terjadi hanya karena masalah sepele, yaitu silang pendapat.
Dengan memperingati Hari Kebangkitan Nasional, sudah seharusnya kita sebagai WNI yang baik untuk selalu belajar agar menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi (dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat). Ironis memang, jika orang-orang kepercayaan kita yang duduk di kursi eksekutif maupun legislatif selalu memperkeruh masalah, bernafsu untuk berkuasa, memutar balik fakta, mendustai masyarakat, saling memfitnah, saling menghujat, saling bermusuhan dan bahkan saling adu jotos layaknya preman-preman yang 'notabene' telah diberantas habis-habisan oleh Kepolisian seperti Gajah Oling, Komando dan sebagainya, hanya demi kepentingan pribadi atau golongan. Lalu dimana asas demokrasi yang selama ini kita junjung tinggi?? Dan bagaimana pula rakyat bisa percaya bahkan mencontoh mereka??
Demikian pula dengan asumsi di hampir semua golongan yang seolah memiliki trustment bahwa perbedaan/silang pendapat merupakan pihak oposisi, bahkan tak sedikit pula yang menganggap bahwa mereka adalah rival yang sesegera mungkin agar ditumpas atau dibinasakan. Percik api kemarahan hingga menimbulkan permusuhan mudah saja terbuat hanya karena masalah perbedaan pendapat. Bukankah dalam demokrasi perbedaan pendapat itu sesuatu yang wajar? dan bukankah arti dari Bhineka Tunggal Ika itu berbeda-beda tetap satu jua??
Sedih memang jika filosofi dari Demokrasi dan Bhineka Tunggal Ika dengan entengnya dihiraukan bahkan dikhianati. Mengapa juga perbedaan dijadikan suatu hal yang sangat menjengkelkan hingga menimbulkan beragam kericuhan? Tidakkah perbedaan pendapat akan terasa indah untuk dirumuskan guna mengambil suatu kesimpulan yang lebih baik jika masing-masing pihak bisa bertanggung jawab atas pendapatnya. Bukankah pelangi tak akan kelihatan indah jika hanya memiliki satu warna?, Tak ada gunanya memang untuk saling menyalahkan, akan lebih baik jika kita saling bermuhasabah(introspeksi diri) serta selalu saling mengingatkan (wa tawa shoubilkhaqqi wa tawa shoubissobri) demi tegaknya asas demokrasi dan demi terciptanya the power of Bhineka Tunggal Ika.
Dengan memperingati Hari Kebangkitan Nasional, sudah seharusnya kita sebagai WNI yang baik untuk selalu belajar agar menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi (dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat). Ironis memang, jika orang-orang kepercayaan kita yang duduk di kursi eksekutif maupun legislatif selalu memperkeruh masalah, bernafsu untuk berkuasa, memutar balik fakta, mendustai masyarakat, saling memfitnah, saling menghujat, saling bermusuhan dan bahkan saling adu jotos layaknya preman-preman yang 'notabene' telah diberantas habis-habisan oleh Kepolisian seperti Gajah Oling, Komando dan sebagainya, hanya demi kepentingan pribadi atau golongan. Lalu dimana asas demokrasi yang selama ini kita junjung tinggi?? Dan bagaimana pula rakyat bisa percaya bahkan mencontoh mereka??
Demikian pula dengan asumsi di hampir semua golongan yang seolah memiliki trustment bahwa perbedaan/silang pendapat merupakan pihak oposisi, bahkan tak sedikit pula yang menganggap bahwa mereka adalah rival yang sesegera mungkin agar ditumpas atau dibinasakan. Percik api kemarahan hingga menimbulkan permusuhan mudah saja terbuat hanya karena masalah perbedaan pendapat. Bukankah dalam demokrasi perbedaan pendapat itu sesuatu yang wajar? dan bukankah arti dari Bhineka Tunggal Ika itu berbeda-beda tetap satu jua??
Sedih memang jika filosofi dari Demokrasi dan Bhineka Tunggal Ika dengan entengnya dihiraukan bahkan dikhianati. Mengapa juga perbedaan dijadikan suatu hal yang sangat menjengkelkan hingga menimbulkan beragam kericuhan? Tidakkah perbedaan pendapat akan terasa indah untuk dirumuskan guna mengambil suatu kesimpulan yang lebih baik jika masing-masing pihak bisa bertanggung jawab atas pendapatnya. Bukankah pelangi tak akan kelihatan indah jika hanya memiliki satu warna?, Tak ada gunanya memang untuk saling menyalahkan, akan lebih baik jika kita saling bermuhasabah(introspeksi diri) serta selalu saling mengingatkan (wa tawa shoubilkhaqqi wa tawa shoubissobri) demi tegaknya asas demokrasi dan demi terciptanya the power of Bhineka Tunggal Ika.