Rabu, 04 Mei 2011

Ramainya Sekolah Tak Seramai Pendidikan

Dua hari sudah hari pendidikan nasional telah kita peringati bersama, beragam acara seremonialpun telah banyak dilakukan terutama di sekolah-sekolah, seperti : menggunakan kostum/seragam tertentu, mengadakan upacara bendera hingga melakukan pawai keliling desa/kota dengan menggunakan pakaian adat. Tak sedikit dari mereka yang sangat antusias mengikuti beragam acara yang diadakan di sekolah-sekolah mereka. Namun sangat disayangkan jika acara-acara tersebut hanya terbatas pada simbolik HARDIKNAS saja, dimana sebagai seorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan dengan maksud mencerdaskan anak bangsa tak mengerti esensi dari HARDIKNAS itu sendiri.

Benar memang jika tak sedikit anak bangsa yang telah menorehkan beragam prestasi brilliant ditingkat nasional maupun internasional, misalnya : juara olimpiade fisika tingka ASIA, juara olimpiade kimia tingkat ASEAN, juara catur tingkat ASIA dan sebagainya. Sudah seharusnya kita sebagai WNI untuk tetap mensupport dan mengapresiasi baik atas usaha yang dilakukan anak-anak bangsa tersebut. Namun disisi lain beragam aksi yang mengisyaratkan adanya dekadensi moral seperti aksi tawuran antar pelajar, peradaran narkoba dan seks bebas di wilayah akademispun tak asing didengar oleh telinga kita, bahkan grafiknya pun semakin meningkat. Lalu dimana sebenarnya urgensi dari filosofi pendidikan ?

Tak dapat dipungkiri jika minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya semakin tinggi, pemerintah pun 'katanya' dengan transparan memberikan bantuan untuk memfasilitasi bagi saiap-siapa yang berminat untuk bersekolah. Namun kenapa juga masih sering kita dengar tindakan kriminalitas yang dilakukan anak-anak yang notabene telah memperoleh pendidikan? Lalu sebenarnya pendidikan apa yang diperoleh anak-anak tersebut selama bersekolah? Disinilah memang esensi dari pendidikan yang seharusnya kita pahami.

Sekilas tentang pengamatan saya bahwa tak sedikit sekolah yang lebih mengutamakan untuk menanamkan cara berkognitif yang baik dibanding menanamkan sikap mental, cara beretika dan berperilaku yang baik kepada para siswanya. Mereka lebih berbangga hati jika ada siswanya yang menjadi juara cerdas cermat/pidato dibandingkan dengan siswanya yang beretika baik terhadap lingkungannya. Tidak ada maksud sedikitpun untuk memojokkan sekolah, karena sekolah hanyalah sebuah sarana atau media, hanya saja device /tool pada sekolah tersebut hendaknya untuk selalu diingatkan bahwa sistem pendidikan yang ada harus selalu dikaji ulang, penajaman otak kanan tak kalah penting dengan penajaman otak kiri, pemahaman etika, sopan santun dan sikap mental yang baik tak kalah penting dengan sekedar pintar dalam berhitung atau pintar dalam berbahasa asing, pengalokasian dana BOS dari pemerintah juga harus tepat sasaran sehingga tak ada dana-dana gaib lain yang di tujukan kepada siswanya. Harapan terbesar dari peringatan HARDIKNAS tersebut adalah agar Pendidikan Seramai Sekolahan.

1 komentar:

  1. jika dikaji judul artikelnya sangat mengena dengan bahasa filosofi pada garis psokolog pemikiran yang cerdas, benar sahabat saya juga merasakannya dan kita pernah mengalamai hal itu pada masa-masa kita sekolah yang suasananya indah untuk belajar namun diiringi lingkungan yang begitu banyak pada efek negatif pada sisi kecerdasan yang kurang, sebaliknya kecerdasan yang ada menjadikan peringkat lebih maju, sebaliknya keterbelakangan kecersasan semakin tidakjelas dan tidak ada penganan bagaimana menyeimbangkan keharmonisan agar semuanya menjadi semangat untuk belajar.

    Semakin banyaknya minat masyarakat yang ingin menyekolahkan anaknya dengan alasan-alasan yang berbeda, kstabilan pemikiran jelas agar anaknya pintar dan berkembang lebih dewasa untuk masa depannya, dan ada juga sebagai alasan ijazah untuk bekerja, seharusnya pemerintah bisa mengaca keadaan ini jika minat itu banyak maka perubahan management pun hendak dikembangkan sebaik mungkin, sehingga efek positif pada siswa atau pelajar tidak sia-sia. Pengeolaan pendidikan indonesia sepertinya tidak sebaik kemajuan pendidikan pada pendidikan luar negri, contoh kita lihat negara terdekat saja contoh malaysa dan jepang, mengenai malaysa pendiidkan yang memfokuskan pendiidkal awal dengan pondasi keagamaan yang kental hingga dibarengi pendidikan lokal umum pemerintah, sehingga penangkapan cara pandang otak pelajar mudah memahami hal baru untuk maju, kedispilinan pun tidak lepas dari semua itu. jika jepang memfokuskan cukup pada pendiidkan yang terukur dengan sistematis satu study sampai keperguruan tinggi, sehingga tidak heran mereka memiliki kemajuan pesat. sedangkan kita terikat dengan management pendidikan yang itu-itu saja, mungkin banyak bila saya jelaskan, sebaiknya perubahan segera dibuat dan dimusyawarahkan pada DPR dan MPR, buat apa departemen tinggi tersebut dibuat tanpa ada kejelasan yang jelas, rapat apa setiap hari dan bulannya yang mereka lakukan, tidak sedikit juga anggota dewan pemerintahan yang mengundurkan diri sebab ketidak setujuan dengan sogokan, karena yang ada pada forum atau musyawarah besar itu harus setuju dan mengikuti saja, jelasa ini akan vakum namun berjalan prekonomian mereka.

    mengenai pengamatan anda pada bait terakhir saya setuju, karena itulah yang terjadi saat ini, karena kecerdasan tidak diseimbangkan dengan bagaimana siswa menguatkan kecerdasannya dengan moral dan pendidikan lingkungan. Pendidikan di Indonesia perlu banyak pembenahan jika ingin kemajuan dna cita-cita diinginkan oleh bangsa ini. terimakasih sahabat hanya ini yang bisa saya komentari, mohon maaf kesalahan atau kekurangan saya dalam memandang permasalahan pada pembahasan pendidikan.

    BalasHapus