Jumat, 01 Januari 2010

Dalam Kemeriahan Pesta Malam Tahun Baru

Di samping menjalankan aktivitasku seperti biasa, 1 hari yang lalu aku benar-benar tidak habis pikir, begitu hebohnya orang-orang membuat planning untuk merayakan malam tahun baru 2010, dari yang kecil sampai besar, tua ataupun muda, laki-laki maupun perempuan menyibukkan diri guna untuk menyambut tahun baru tersebut. Aku sangat yakin kalau kehobohan ini juga merebak diseluruh kota-kota di Indonesia. Rata-rata dari mereka menginginkan agar dalam menyambut tahun baru ini haruslah semeriah dan sebombastis mungkin, ada yang memiliki planning nonton konser, camping, dugem, pesta miras, nongkrong-nongkrong atau hanya sekedar makan-makan saja. Mereka sepakat dengan acara yang telah di schedulekan jauh-jauh hari, baik dengan teman, keluarga ataupun dengan pacar. Memang begitulah euphoria yang terjadi di nusantara tercinta ini untuk menyambut tahun baru hingga berbagai acara televisi bahkan beritapun menayangkan kemeriahan saat akan menjelang tahun baru seolah media tersebut mengajak dan menghipnotis semua lapisan masyarakat agar ikut berpesta dalam menyambut tahun baru.
Sementara aku yang tak memiliki planning apapun, aku anggap malam tahun baru laiknya malam-malam lainnya, tak ada yang spesial dari malam tahun baru ini, malah justru dimalam tersebutlah seharusnya setiap orang senantiasa untuk mengkoreksi diri tentang apa-apa yang telah dilakukan dan membuat planning guna memperbaiki hidup. Terlalu singkat memang untuk melakukan proses rekonstruksi dan introspeksi jika hanya dilakukan selama satu malam dalam jangka waktu setahun. Namun seperti itulah sebenarnya makna yang substansial dalam merayakan malam tahun baru.
Di tengah hiruk pikuk orang-orang yang berlalu lalang dan kemeriahan bunyi terompet serta kembang api semalam kira-kira pukul 22.00 WIB akupun telah bersiap di peraduan untuk mengistarahatkan jiwa, raga dan pikiran. Namun sesaat sebelum tidur ada yang melintas dalam benak dan pikiranku, betapa bangsa ini telah benar-benar diracuni oleh kultur barat, yang sangat senang dengan kehidupan hedonis, foya-foya ataupun berpesta, dari mulai pesta malam tahun baru, ulang tahun, valentine bahkan hellowen. Jika kita menoleh kebelakang, sebenarnya tidak ada satupun nenek moyang kita yang pernah melakukan tradisi atau bahkan bisa disebut ritual (mungkin) yang semacam itu, bersenang-senang di atas kesedihan korban gempa padang dan banjir, berpesta diatas kecarut marutan iklim politik di Indonesia, tertawa terbahak-bahak saat masih banyak orang yang menangis karena kelaparan, bahkan berfoya-foya saat Indonesia tengah berkabung karena tokoh religius sekaligus mantan Presiden kita Gus Dur telah dipanggil-Nya.
Sungguh ironis memang, namun inilah masyarakat kita yang notabene dikenal sangat memegang teguh adat ketimuran serta dikenal sebagai masyarakat yang religius. Iba memang rasanya melihat kondisi bangsa yang sebenarnya makin terpuruk, ingin rasanya bisa mengubah semuanya, namun apa daya, ngurus diri sendiri saja masih belum bener, malah mimpi jadi pahlawan dan menyelamatkan bangsa??? ha ha ha.....walau demikian sebelum tidur aku sempatkan untuk berdo'a semoga Allah SWT senantiasa melindungi bangsa ini yang telah terdistorsi oleh kultur barat dan telah terlenakan, amiin....
Selamat Tahun Baru 2010 semoga menjadi lebih baik......

2 komentar:

  1. berpesta, dari jaman nabi sudah ada... iya nih, emang untuk memulai sesuatu yg besar harus dari diri dulu ya.. tapi kalau mas ginanjar dengan menyepi, mengkoreksi diri dan berdoa sudah cukup, kenapa tidak? aku jadi ingat waktu dulu masih kuliah di Bandung, pernah seperti itu. Anyway, met taun baru mas, smoga kita termasuk orang-orang yang menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya, amiiinn

    BalasHapus