Jumat, 06 Februari 2009

Pemilu wajib memilih...?

Menjelang Pilpres dan pemilihan anggota legislatif 2009, beberapa partai mulai banyak yang berlomba-lomba untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat serta berkompetisi (baik secara sehat ataupun tidak sehat ) agar dapat memenangkan sayembara berskala nasional tersebut, apalagi setelah dengan adanya putusan MK yang mengultimatum bahwa suara terbanyaklah yang berhak menyandang predikat sang juara, tidak sedikit dari mereka yang pontang-panting dalam mencari massa setelah sebelumnya hanya duduk manis karena memperoleh nomor urut dalam zona yang aman. Bahkan sekarang yang memperoleh nomor urutan (katakanlah 100) dan partai- partai yang agak asing namanya di telinga kita (partai-partai gurem) pun berani berkompetisi dan mencoba melakukan koalisi agar dapat menang dalam pesta demokrasi tersebut.
Beberapa partai juga dengan sengaja mengabaikan asas atau dasar dari pada pendirian partai tersebut, di satu tempat/wilayah mereka berkoalisi dan bekerja sama dengan solid, tetapi ditempat lain mereka berkompetisi secara sengit bahkan bermusuhan. tetapi tetap saja mereka berargumen itu semua demi kepentingan masyarakat kita (katanya).
Disaat sekaranglah kita bisa melihat disekeliling kita terutama yang mencalonkan diri sebagai wakil rakyat mulai kerja super keras, banyak juga dari mereka yang memulai berkampanye (secara sembunyi-sembunyi), menghambur-hamburkan uang agar dapat predikat baik dan peduli, menebar pesona serta menebar janji-janji yang saya rasa kurang efesien dan efektif dilakukan karena masyarakat kita sudah cukup jeli dalam menelaah serta mencemati janji-janji yang akan terealisasi atau tidak.
Tidak sedikit pula dari mereka secara mendadak peduli dengan kehidupan rakyat kecil, fakir miskin, pembangunan masjid misalnya dan sebagainya, padahal jika kita mencermatinya lebih mendalam tentunya kita bisa menyeleksi mana yang kira-kira berbuat 'riya' dan mana yang tidak.
Tetapi suatu ketika penulis pernah membaca suatu artikel yang intinya berisikan bahwa wajib hukumnya untuk menyalurkan hak suara (walaupun tidak ada kriteria yang masuk menurut hati nurani serta keyakinan kita) dengan berbagai macam stetment, pernah juga penulis mendapati sebuah tulisan yang berisikan ' pilihlah yang jelek dari yang terjelek' menurut kita, juga dengan berbagai argumentasi. Menurut penulis, jika kita mengacu pada statement tersebut, tentunya Nusantara ini tidak akan berkembang dan akan bersifat statis, perubahan apa yang akan diberikan dari para wakil-wakil rakyat kita jika kita punya paradigma seperti itu ?, apakah di Indonesia tercinta ini sudah kehabisan stock orang yang benar-benar mempunyai dedikasi yang baik, pintar dalam mengatur negara yang meninggalkan banyak hutang ini, tegas dan amanah?
Di satu sisi penulis mempunyai asumsi yang berbeda, bahwa tidak memilih adalah salah satu dari pilihan, yang namanya hak itu boleh digunakan atau tidak, misalnya saja dalam melakukan pekerjaan, kewajiban kita adalah bekerja dan salah satu hak kita adalah memperoleh gaji, gaji sebagai hak kita boleh kita ambil boleh tidak, sama halnya dalam menggunakan hak suara, bukan maksud penulis mengajak untuk abstain, tetapi kita harus lebih jeli dan cermat lagi dalam memilih calon wakil rakyat kita, juga menurut penulis ' lebih baik abstain jika tidak ada diantara calon wakil rakyat kita yang tidak memenuhi kriteria sesuai dengan keyakinan kita yang membawa perubahan bagi masyarakat kita agar minimalnya masyarakat kita bisa tersenyum'.
Akan tetapi semua itu dikembalikan pada diri kita masing-masing atau sesuai dengan keyakinan kita mana yang berhak memimpin atau menjadi wakil rakyat kita, tetapi sudah seharusnya jika kita yang akan memilih wakil rakyat harus tahu tentang latar belakang partai dan calonnya serta visi misi partai dan calonnya.
Selamat menuju pesta demokrasi yang Insya Allah akan berjalan kondusif, Amiin....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar