Jumat, 06 Februari 2009

Rokok Haram atau Mubah...?

Sampai saat ini perdebatan yang masih sengit dalam menentukan hukum rokok masih kontroversi, MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang merupakan lembaga umat Islam di Indonesia yang sangat representatif dalam melakukan pemikiran keislaman (ijtihad) dan penetapan hukum (istimbath) dalam rangka proses membimbing umat saja masih belum menemukan kesepakatan dalam menentukan hukum rokok.
Mereka yang berpendapat Haram mempunyai acuan sebagai dasar hukum diantaranya :
  • Dalil larangan yang termaktub dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 195 dan sabda Rasulullah SAW., Tidak boleh berbuat kemudharatan pada diri sendiri maupun orang lain. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu majah. Merokok terang saja dapat menyebabkan kemudharatan, diantaranya dapat mengganggu kesehatan, suatu pemborosan dsb.
  • Rokok juga merupakan suatu zat adiktif yang bisa menyebabkan kecanduan, dan hukum dari sesuatu yang bisa menyebabkan kecanduan adalah haram.
  • Jika kita telah kecanduan/tergantung terhadap sesuatu, maka dapat saja secara tidak langsung/tidak sadar kita dapat menuhankan barang tersebut.
Demikian pula dengan mereka yang berpendapat Makruh, mereka juga punya acuan sebagai dasar hukumnya :
  • Tidak ada nash yang jelas, yang menyatakan rokok itu haram.
  • Bau orang memakan bawang sama tidak enaknya dengan orang merokok, jadi hukum rokok makruh.
  • Bahayanya (rokok) itu relatif, tidak signifikan seperti minuman keras atau daging babi.
  • Orang yang merokok juga punya relativitas, ada yang kalau merokok, pikirannya jadi terang.
  • Dengan MUI mengharamkan rokok maka terang saja akan langsung berpengaruh terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Indonesia, karena masyarakat kita kehidupannya banyak yang tergantung pada rokok, seperti masyarakat Kudus yang merupakan penghasil rokok dan kertas rokok dan masyarakat Temanggung yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani tembakau.
  • Dengan mengharamkan rokok juga akan berpengaruh terhadap pendapatan pajak negara yang dapat berimplikasi buruk terhadap kehidupan masyarakat Indonesia secara keseluruhan dan perkembangan dari pada negara Indonesia dikarenakan salah satu pajak terbesar di Nusantara ini adalah pajak rokok.
Melihat dan memperhatikan asumsi serta fatwa dari masing-masing ulama MUI, maka akan lebih baik jika dikembalikan kepada diri kita masing-masing, apakah kita akan mengacu terhadap ulama yang mengharamkan atau memakruhkan rokok, karena kedua kubu tersebut juga mempunyai alasan/dasar yang cukup kuat dalam menentukan hukum rokok. Memang tidaklah mudah meyakinkan diri kita sendiri untuk memilih fatwa mana yang benar, tetapi jika kita terus menggali tentang isi hati kita agar dapat meyakini salah satu fatwa tersebut, insya Allah kita akan menemukan jawabannya untuk diri kita sendiri.
Tetapi dengan adanya kontroversi seperti itu, penulis menghimbau agar tidak terjadi marginisasi antar sesama umat islam, malah dengan adanya kontroversi seperti itu maka hendaklah dapat memperkuat ukhuwah islamiyah, karena sesungguhnya sesama umat islam adalah bersaudara. 'Belum disebut mukmin yang baik jika belum bisa mencintai sesama mukmin'.

2 komentar:

  1. Jadi, intinya bagi mereka yang mengharamkan rokok harus memegang teguh keyakinannya untuk tidak merokok. Sedangkan mereka yang mengatakan bahwa hukum merokok adalah mubah, atau paling banter makruh, maka silakan saja memegang pendapatnya dengan segala konsekuensinya... Bukan begitu mas anjar???

    BalasHapus