Selasa, 19 Mei 2009

Semoga SATPOL PP dapat memetik hikmahnya


Tidak jarang kita mendengarkan atau melihat di media elektronik/cetak mengenai aksi anarkis yang dilakukan SATPOL PP dalam rangka mengemban tugasnya untuk melakukan penertiban. Kekerasan, ketidak-ramahan, sikap yang arogan dan tindakan yang kurang bahkan tidak "berperasaan" terkesan selalu mengiringi setiap kali mereka diberi amanah oleh Pemkot/Pemda tertentu dalam melakukan penertiban.

Tak lama ini kejadian serupa juga terjadi di sekitar Boulevard di Jalan Pemuda Surabaya. Horiyah (4) putri pasangan Bunali dan Sumariyah mengalami luka bakar akibat tersiram kuah panas bakso saat operasi penertiban PKL oleh SATPOl PP kota tersebut yang pada akhirnya menyebabkan kematian. Balita tersebut mengalami luka bakar yang sangat serius akibat aksi anarkis dan aksi sembrono dari salah satu petugas SATPOL PP Pemkot Surabaya. Luka bakar yang diderita bocah ini mengenai wajah, dada dan kedua tangannya.

Sungguh naas kejadian yang menimpa anak dari salah satu PKL tersebut, namun saat ini Wahyudi (tersangka) sudah di tangkap oleh pihak kepolisian dan dijerat dengan pasal 360 KUHP tentang kelalaian menyebabkan luka-luka atau mati. Terlepas dari itu semua sudah seharusnya pihak SATPOL PP untuk bisa membenahi diri dan introspeksi diri atas kejadian yang menimpa Horiyah (Balita 4 tahun itu). Anggota Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) seharusnya pada saat menjalankan tugasnya itu tidak dengan cara kekerasan, seperti memaksa dan mengancam. Tetapi harus melalui cara-cara persuasif, simpatik, dan edukatif yang berkemanusiaan.

SATPOL PP yang dalam menjalankan tugasnya sering berhadapan langsung dengan masyarakat, di mana masyarakat dewasa ini sebagian di antaranya sudah termasuk masyarakat modern yang susunannya sudah heterogen dalam berbagai strata, yang berarti semua dihadapkan pada kehidupan baik vertikal maupun horizontal, maka hendaknya dalam menjalankan tugas, harkat dan martabat manusia menjadi pertimbangan penting dan tidak mendegradasikan masyarakat semata-mata sebagai obyek penegakan kerja, tapi melibatkan masyarakat itu sendiri sebagai subyek.

Sebagai manusia biasa, dalam menjalankan tugasnya tidak dipungkiri kalau anggota SATPOL PP akan menghadapinya dengan perasaan takut, marah, curiga, tegang dan emosional. Namun demikian, anggota dituntut untuk memberikan respon yang baik terhadap emosi masyarakat dengan menumbuhkan ketegasan dan keuletan. Dalam penerapan Hak Asasi Manusia (HAM) terkait dengan pelaksanaan tugas, aparat harus tegas, namun bijaksana, arif dalam menegakkan hukum serta memperhatikan norma agama, budaya lokal, dan adat istiadat yang hidup dalam masyarakat sejalan dengan HAM. Aspek perencanaan, organisasi, pelaporan, serta rekrutmen SDM SATPOL PP yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi sudah sepatutnya untuk dipertimbangkan agar penertiban yang dilakukan dapat berjalan dengan mulus dan kondusif.

Miris memang, penertiban yang seharusnya dilakukan dengan tertib dan kondusif malah “seolah” berujung pada aksi kriminal, tetapi Jika SATPOL PP tidak mengindahkan aspek-aspek seperti agama, adat istiadat, dan Hak Asasi Manusia dalam melakukan penertiban maka saya yakin citra SATPOL PP di mata masyarakat akan semakin terpuruk. Semoga ini bisa menjadi pelajaran yang berharga buat kita semua, dan semoga kita bisa memetik hikmahnya atas kejadian tersebut, namun terutama buat engkau…………………..

1 komentar:

  1. saya sangat berminat menjadi satpol pp,khususnya di kota Kediri,
    apakah saya bisa menjadi anggota satpol pp?

    BalasHapus