Minggu, 17 Mei 2009

Sikap Plin-plannya merusak citranya sendiri

PKS yang merupakan partai yang konsisten dengan dakwah dan selalu menjunjung martabat partai kini dinilai telah kehilangan jati diri akibat keputusan yang berubah-ubah terkait dukungan politik pilpres. Kenapa tidak partai yang bermottokan “bersih, peduli dan profesional” itu sempat mengancam akan keluar dari koalisi Demokrat karena Susilo Bambang Yudhoyono memilih Boediono sebagai calon wakil presiden dan bahkan dahulu pernah menolak dan mengancam koalisi ketika Golkar dikabarkan akan bergabung kembali bersama partai Demokrat. Dalam media mereka mengatakan bahwa Cawapres yang ditunjuk oleh SBY itu “tidak mewakili umat’ yang menganut mazhab ekonomi neo liberalis, apalagi konon pernah terkait dalam kasus BLBI. Tetapi tak lama kemudian setelah semakin berang menerima SMS dari Partai Demokrat mengenai keputusan dalam memilih Boediono untuk menjadi Cawapres dan mengancam akan pecah kongsi dengan Partai Demokrat serta pengalihan koalisi ke kubu lain guna membangun poros alternatif, akhirnya setelah Partai Demokrat mengajak PKS untuk melakukan komunikasi politik di Bandung Jawa Barat, PKS pun langsung berbalik arah hingga 360 derajat dan memutuskan untuk mendukung koalisi antara SBY dan Berbudi (Boediono).
Dalam pembicaraannya dengan SBY, beliau menjelaskan bahwa pemerintahan ke depan akan bekerja keras untuk mengatasi masalah krisis ekonomi. Jadi beliau memerlukan orang yang ahli dalam bidang keuangan, perbankan dan ekonomi, jelas Tiffatul Sembiring selaku Ketua Umum PKS. Setelah menerima pencalonan Boediono, kubu PKS menyodorkan sebuah kontrak politik kepada SBY untuk ditandatangani. Kontrak politik itu sebagai jaminan bagi PKS maupun pihak Partai Demokrat untuk berkoalisi menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) 8 Juli maupun dalam mendukung pemerintahan ke depan jika duet SBY-Boediono terpilih sebagai presiden-wapres.
Memang walaupun Tifatul menegaskan, keputusan PKS yang pada akhirnya berkoalisi dengan Partai Demokrat yang penting adalah tidak bertentangan dengan keputusan majelis syuro PKS, tetapi disini dapat dinilai bahwa PKS sudah kehilangan arah ketika harus berhadapan dengan politik praktis dan mengalami degradasi moral. Ini menunjukan adanya gelombang dinamika menjelang pilpres 9 Juli. minimal ada kubu yang ingin dekat dengan kekuasaan.
PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang dahulu merupakan partai idola saya yang dahulu saya kenal merupakan partai yang dapat dijadikan panutan untuk partai-partai yang lain, yang bersih, konsisten, peduli, sangat menjunjung tinggi martabat dan dapat mewakili ummat , tetapi sekarang malah dapat dikatakan bahwa PKS itu partai yang pencla-pencle (inkonsisten) dan merupakan salah satu partai yang haus dengan kekuasaan. Tetapi di satu sisi saya berharap agar ini bukan merupakan awal yang buruk untuk iklim politik di Nusantara ini. Tetapi saya juga sempat berfikir kalau PKS saja yang yang merupakan partai bersih dan peduli saja kaya begitu bagaimana dengan yang lain....??? Wallahua’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar